Rabu, 10 September 2008

bajaj yg diculik ALIEN...yes or no??

Promosi produk dan jasa melalui iklan sekarang ini seperti sudah menjadi suatu keharusan, bahkan muncul semacam kredo bahwa “iklan membuat produk anda menjadi ada”. Anggapannya kurang lebih menjadikan produk itu dikenal di tengah masyarakat, iklan menjadi sarana agar produk menjadi benar-benar “ada” di benak calon konsumen, lalu dibeli/terbeli oleh konsumen. Hal itulah yang menjadikan agensi periklanan masa kini terus berpacu melahirkan iklan-iklan berdaya jual tinggi, kreativitas pun diadu.

Seperti iklan Mizone yang berani memasang tulisan gede Breaking News plus judul berita yang sensasional Supir Bajaj Diculik Alien, dengan sedikit artikel di sampingnya, bayangkan iklan telah berani memposisikan diri sebagai berita. Atau iklan undian Britama yang tampil belum lama ini. Iklan itu tampil seolah menjadi kesatuan dengan berita lain yang ada di surat kabar, bahkan di beberapa surat kabar iklan itu seperti menjadi berita headline, tampil di halaman muka dan menempati bagian atas halaman, ditambah lagi dengan caption yang sungguh meyakinkan. Awalnya, semua orang pasti tertipu dengan iklan gokil ini, jika saja tidak ada tulisan kecil “Iklan” dan nama wartawannya “Britama” pasti banyak orang yang menyangka bahwa ini berita adalah fakta bukan rekayasa.

Sungguh saya salut kepada orang-orang kreatif yang mencipta iklan semacam itu. Wong ndesit macam saya, tak bisa membayangkan bagaimana cara mereka mencari ide nan dahsyat untuk kemudian dieksekusi. Tapi, mohon maaf juga, sebab rasa-rasanya kok iklan ini kurang ajar, kenapa? Karena iklan tersebut juga punya kecenderungan untuk menipu khalayak pengakes media, dimana khalayak membutuhkan suatu informasi dengan nilai kebenaran, bukan rekayasa.

Untuk iklan undian Britama, disadari atau tidak iklan ini telah memanfaatkan momentum banyaknya bencana yang melanda Indonesia dan menghiasi media massa kita belakangan ini. Dengan begitu, orang kembali dibuat deg- degan saat pertama kali melihat visualisasi mobil jatuh di atap rumah itu. Selain mobil yang jatuh di atap rumah tadi, iklan ini juga punya versi lainnya, seperti mobil yang jatuh di halaman parkir, dan nyangkut di pohon.

Waktu pertama kali melihat foto mobil yang ada di atap rumah itu, saya langsung teringat peristiwa tsunami di Aceh, dalam hati saya membatin, “Astaga, bencana apalagi ini?” Asem tenan, ternyata saya kena tipu! Bapak saya pun baru ngeh kalo itu hanya rekayasa dan iklan setelah saya kasih tunjuk tulisan “Iklan” kecil di bagian atasnya dan nama wartawannya yang mirip nama sebuah bank.

Parahnya lagi, saat ada peristiwa mobil jatuh dari lantai enam gedung parkir ITC Permata Hijau Jakarta dan kemudian menjadi berita di media massa, banyak orang menyangka itu masih ulah Britama. Sungguh dahsyat benar pengaruh iklan.

Menurut Mudji Sutrisno (KOMPAS, 27/5), masyarakat harus lebih cerdas dari bahasa iklan. Pendapat itu harusnya bisa membuat kita lebih berhati-hati dalam menyikapi bahasa dan imej iklan, karena sejatinya iklan ada untuk membujuk, merayu, dan menjual. Kasarnya, tujuan iklan itu hanya ada dua: Beli! Konsumsi!

Saya tidak bermaksud menyerukan anti konsumerisme, karena pada masyarakat kontemporer era globalisasi dan homogenisasi sekarang ini celah untuk menghindari konsumerisme hampir tak ada, tak banyak orang yang punya kuasa untuk menolak atau tegas berkata emoh dan wegah. Tetapi sampeyan harusnya bisa lebih “waspada” terhadap bahasa, citra, atau imej yang disajikan oleh iklan. Menjadi konsumen karena bujukan iklan masih termasuk wajar, namun jika menjadi korban karena terkena sihir iklan, sungguh nggak enak rasanya, apalagi untuk konsumen kelas kéré seperti saya.

Tidak ada komentar: